Telp / WhatsApp : 0811-1816-800

Archive for Category: Kesehatan Balita

Showing 1–10 of 87 results

  • Poliomeilitis atau yang dikenal sebagai polio, adalah salah satu jenis penyakit paling menular yang disebabkan virus polio. Mayoritas anak yang terinfeksi polio tidak menunjukan gejala, tetapi beberapa anak lainnya menderita gejala ringan. Ciri-ciri polio yang paling umum ditemukan adalah kerusakan sistem saraf yang menyebabkan kelumpuhan (lumpuh layu), dan pada kasus yang lebih parah dapat menyebabkan […]

    Kenali Ciri-ciri Si Kecil Menderita Polio, Apa Saja?

    Poliomeilitis atau yang dikenal sebagai polio, adalah salah satu jenis penyakit paling menular yang disebabkan virus polio. Mayoritas anak yang terinfeksi polio tidak menunjukan gejala, tetapi beberapa anak lainnya menderita gejala ringan. Ciri-ciri polio yang paling umum ditemukan adalah kerusakan sistem saraf yang menyebabkan kelumpuhan (lumpuh layu), dan pada kasus yang lebih parah dapat menyebabkan kesulitan bernapas hingga kematian. Sayangnya, masih banyak tanda lain yang belum diketahui orang tua. 

    Kenali Ciri-ciri Si Kecil Menderita Polio, Apa Saja

    Kenali Ciri-ciri Si Kecil Menderita Polio, Apa Saja?

    Penularan virus polio paling sering terjadi melalui kontak antara feses dan oral. Anak-anak akan mudah terinfeksi saat mereka tidak mencuci tangan dengan benar atau karena mengkonsumsi makan dan minuman yang telah terkontaminasi virus penyebab polio. Lendiri pernapasan juga mampu menyebarkan virus polio, yakni saat anak-anak menghirup udara yang tercemar oleh percikan liur atau bersin penderita polio.  Virus ini dapat dideteksi di tinja anak selama beberapa minggu. 

    Anak-anak cenderung berisiko tinggi terinfeksi polio saat mereka berada atau tinggal di daerah yang tinggi kasus polio. Biasanya virus ini banyak ditemukan di negara berkembang dengan angka kemiskinan tinggi dan akses yang kurang terhadap vaksin polio, seperti beberapa negara di Afrika dan Asia. 

    Apa Saja Gejala Polio Pada Anak?

    Virus polio biasanya memiliki masa inkubasi sekitar 3 – 6 hari, dan kemungkinan terjadi kelumpuhan dalam waktu 7 – 21 hari. Sekitar 90% anak yang menderita polio tidak menunjukan gejala sama sekali atau yang disebut sebagai infeksi yang tidak terlihat. Namun pada beberapa anak, infeksi virus polio dapat menunjukan beberapa gejala tergantung tingkat keparahan. Gejala infeksi polio ini terbagi menjadi tiga kategori, yakni:

    Poliomyelitis Abortif
    Yaitu infeksi polio ringan dan tidak menyebabkan kelumpuhan. Gejala tidak berlangsung lama, yang ditandai   dengan:

    • Demam hingga 39,4 derajat Celcius
    • Nafsu makan berkurang
    • Mual atau muntah
    • Sakit tenggorokan
    • Tidak enak badan
    • Sembelit
    • Nyeri perut

    imunisasi anak di rumah, imunisasi anak hemat, imunisasi anak murah, imunisasi si kecil

    Poliomyelitis Nonparalytic

    Kondisi ini dikategorikan sebagai penyakit ringan dan tidak menyebabkan kelumpuhan. Gejala umumnya tidak berlangsung lama. Namun, gejalanya mungkin akan lebih buruk dari poliomielitis abortif. Kemudian setelah gejala mulai menghilang, anak mungkin akan mengalami:

    • Nyeri otot di leher, batang tubuh, lengan, dan kaki
    • Kekakuan di leher dan di sepanjang tulang belakang
    • Peradangan selaput otak

    Baca Juga: Efek Samping Vaksin Polio yang Perlu Kamu Ketahui

    Poliomyelitis Paralytic

    Merupakan suatu jenis infeksi polio yang memiliki gejala seperti polio non paralitik dan abortif. Namun infeksi polio jenis ini juga dapat menimbulkan keluhan lain, sebagai berikut :

    • Kelemahan otot di seluruh tubuh
    • Sembelit parah
    • Kelumpuhan di kandung kemih
    • Pengecilan otot
    • Pernapasan melemah
    • Batuk lemah
    • Suara serak
    • Kesulitan menelan
    • Kelumpuhan otot yang mungkin permanen
    • Ngiler
    • Mudah kesal dan marah

    Baca Juga: Mengenal Penyakit Polio dan Vaksin untuk Mencegahnya

    Sindrom Pasca Polio

    Yakni sekumpulan gejala yang dapat melumpuhkan dan mempengaruhi orang selama bertahun-tahun setelah terinfeksi polio. Gejala yang muncul, yakni:

    • Kelelahan setelah aktivitas ringan
    • Atrofi menyusut dari jaringan otot
    • Nyeri sendi dan otot secara progresif
    • Sleep apnea atau gangguan pernapasan lainnya saat tidur
    • Perubahan suasana hati atau depresi
    • Kesulitan menelan
    • Sulit bernafas
    • Sulit berkonsentrasi
    • Penurunan toleransi terhadap suhu rendah dan cuaca dingin

    Penyakit polio aktif umumnya berlangsung selama dua minggu, namun kerusakan saraf akibat infeksi virus ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen atau berlangsung seumur hidup. Meski demikian sebagian besar anak yang mengalami kelumpuhan akan mendapatkan kembali sebagian kekuatannya seiring waktu, bahkan pada beberapa anak dapat kembali normal. 

    Baca Juga: Pilih yang Mana? Ini Beda Imunisasi Polio Tetes dan Suntik

    Pengobatan Polio Pada Anak

    Perawatan yang dilakukan bertujuan untuk membantu kenyamanan dan proses pemulihan anak dari virus polio, antara lain:

    • Obat pereda nyeri 
    • Istirahat yang cukup hingga demam turun
    • Pola makan sehat 
    • Aktivitas fisik seminimal mungkin
    • Penggunaan bantalan pemanas untuk nyeri otot

    Pada kasus poliomyelitis paralytic, penderitanya dapat mengalami kelumpuhan permanen pada otot tertentu termasuk otot pernapasan dan otot kaki.

    Baca JugaKetahui Pentingnya Imunisasi Polio Suntik Untuk Bayi

    Pencegahan Poliomyelitis Pada Anak

    Pemberian vaksin adalah cara yang paling efektif dalam mencegah infeksi polio. Vaksinasi polio yang diberikan berkali kali dapat melindung anak terinfeksi penyakit polio seumur hidup. Penularan virus polio dapat dicegah dengan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya mendapatkan vaksinasi polio pada anak.

    Selain itu, pencegahan penularan ke orang lain melalui kontak langsung atau cipratan air liur. Untuk mencegahnya, gunakan masker bagi penderita yang tengah sakit maupun bagi orang yang sehat. Menjaga kebersihan lingkungan dan pembuangan air besar untuk mencegah kontak dengan feses penderita polio.

    Baca Juga: Tujuan Imunisasi Polio yang Perlu Diketahui

    Nah Sahabat Sehat, itulah berbagai ciri polio pada anak. Jika Sahabat Sehat membutuhkan layanan konsultasi dokter, layanan vaksinasi, imunisasi anak, layanan medical check uplayanan fisioterapipemeriksaan laboratorium, multivitamin, dan produk kesehatan lainnya, segera manfaatkan layanan Prosehat yang turut menyediakan layanan Chat Dokter 24 Jam

    Informasi lebih lanjut, silahkan hubungi WA Asisten Kesehatan Maya 08111816800 atau klik http://www.prosehat.com/wa.

    Ditulis oleh : Redaksi Prosehat
    Ditinjau oleh : dr. Monica C

     

    Referensi

    1. Infeksi Emerging Kementerian Kesehatan. Poliomyelitis Penyakit Virus Polio.
    2. University of Rochester Medical Center. Poliomyelitis (Polio) in Children.
    3. Children’s Hospital of Philadelphia. Poliomyelitis (Polio) in Children.
    4. Childrens. Pediatric Polio.
    Read More
  • Sama-sama menimbulkan ruam. Namun ada perbedaan signifikan antara campak dengan cacar air. Penyebab dan cara mengobatinya juga berbeda. Ruam kemerahan pada anak sering kali membuat orang tua kebingungan. Penyebab ruam kemerahan pada anak, yakni campak maupun cacar air. Kedua penyakit ini sekilas mirip namun ternyata memiliki perbedaan yang cukup signifikan sehingga tatalaksana yang diberikan pun […]

    Berbeda! Ini 5 Perbedaan Campak dan Cacar Air pada Anak

    Sama-sama menimbulkan ruam. Namun ada perbedaan signifikan antara campak dengan cacar air. Penyebab dan cara mengobatinya juga berbeda.

    Berbeda! Ini 5 Perbedaan Campak dan Cacar Air pada Anak

    Berbeda! Ini 5 Perbedaan Campak dan Cacar Air pada Anak

    Ruam kemerahan pada anak sering kali membuat orang tua kebingungan. Penyebab ruam kemerahan pada anak, yakni campak maupun cacar air. Kedua penyakit ini sekilas mirip namun ternyata memiliki perbedaan yang cukup signifikan sehingga tatalaksana yang diberikan pun berbeda. Sahabat Sehat, mari kenali lebih lanjut mengenai perbedaan antara cacar air dan campak yang kerap dialami Si Kecil.

    Cacar Air

    Cacar air dapat mengakibatkan Si Kecil merasa tidak nyaman dan rewel. Cacar air merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus varicella-zoster.1 Cacar air dapat menyerang semua kelompok usia termasuk bayi yang baru lahir. Hampir 90% kasus cacar air diderita anak berusia dibawah 10 tahun, dan terbanyak pada rentang usia 5-9 tahun.
    Di Amerika serikat, sebelum diperkenalkan vaksinasi cacar air telah terjadi epidemi akibat cacar air pada setiap musim dingin dan musim semi hingga mencapai sekitar 4 juta kasus. Setelah adanya vaksinasi varisela pada tahun 2000, maka angka kejadian cacar air menurun sebanyak 71%-84%.

    imunisasi anak di rumah, imunisasi anak hemat, imunisasi anak murah, imunisasi si kecil

    Penularan Cacar Air

    Penularan cacar air melalui kontak langsung dari lesi kulit atau ruam kemerahan yang berisi cairan, maupun melalui cairan dari saluran napas (bersin, lendir hidung) yang terjadi 24 sampai 48 jam sebelum timbulnya ruam sampai timbulnya keropeng, pada umumnya 5-7 hari setelah timbulnya ruam.

    Gejala Cacar Air

    Biasanya gejala yang timbul pada anak bersifat sangat ringan. Berikut ini gejala yang mungkin timbul apabila Si Kecil menderita cacar air, yakni:

    • Tidak enak badan yang berlangsung selama 1-2 hari sebelum timbulnya ruam kemerahan pada kulit Si Kecil.
    • Ruam kemerahan berisi cairan, terasa gatal dan biasanya terjadi pada kulit badan, wajah, ketiak, lengan atas dan paha serta didalam mulut
    • Demam
    • Menurunnya nafsu makan
    • Nyeri pada sendi
    • Batuk dan pilek seperti flu.

    Pasien dengan sistem imun yang lemah seperti penderita leukemia, sedang dalam pengobatan yang menurunkan sistem imun seperti pengobatan kemoterapi anti kanker, bayi baru lahir yang dilahirkan oleh seorang ibu yang sedang terkena cacar air, dan bayi prematur, termasuk dalam kategori beresiko menderita cacar air.

    Baca Juga: Komplikasi Akibat Campak Pada Anak dan Cara Mencegahnya

    Pencegahan Cacar Air

    Cacar air dapat dicegah dengan cara pemberian vaksinasi cacar air. Berdasarkan rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia, pemberian vaksin cacar air pada anak sebaiknya diberikan pada saat anak berusia 1 tahun keatas sebanyak 1 kali. Namun apabila vaksinasi varicella diberikan saat anak berusia diatas 13 tahun, maka pemberiannya dilakukan sebanyak 2 kali dengan jarak 4-8 minggu.

    Campak

    Campak disebut juga dengan measles, merupakan salah satu penyakit menular yang biasanya menyerang anak. Ditandai dengan ruam kemerahan namun tidak berisi cairan seperti ruam kemerahan yang terjadi pada cacar air. Si kecil yang belum mendapatkan imunisasi campak lebih berisiko untuk tertular penyakit ini.

    Baca Juga: Cegah Komplikasi Sakit Campak Pada Anak dengan Vaksinasi

    Gejala Campak Pada Anak

    Gejala awal penyakit ini biasanya terjadi 1-2 minggu setelah tertular virus. Gejala yang timbul seperti:

    • Mata merah, bengkak dan sensitif terhadap cahaya
    • Tanda menyerupai pilek (sakit tenggorokan, batuk kering dan pilek)
    • Bercak putih keabu-abuan di mulut dan tenggorokan 
    • Demam tinggi
    • Lemas
    • Tidak nafsu makan
    • Diare dan muntah-muntah
    • Ruam kemerahan yang timbul paling lambat 4 hari setelah gejala pertama muncul serta menetap selama 7 hari. Awalnya ruam kemerahan muncul dari belakang telinga, kemudian menyebar ke kepala dan leher hingga akhirnya menyebar keseluruh tubuh.

    Komplikasi Campak

    Campak dapat menyebabkan komplikasi yang cukup serius seperti diare, radang paru pneumonia, radang otak (ensefalitis), kebutaan, gizi buruk dan bahkan kematian.

    Pencegahan Campak

    Penyakit campak dapat dicegah dengan cara melakukan vaksinasi MR (Measles dan Rubella), yang diberikan pada anak usia 9 bulan, 18 bulan dan kelas 1 SD atau usia 6 tahun. Maupun diberikan vaksin gabungan MMR (Mumps, Measles, dan Rubella)  yang merupakan vaksin gabungan untuk mencegah campak, gondongan dan campak jerman yang diberikan sebanyak 2 kali pada anak berusia 12 bulan dan 5 tahun.

    Baca Juga: Yuk, Cari Tahu Perbedaan Campak dan Rubella

    Nah Sahabat Sehat, itulah mengenai perbedaan cacar air dan campak yang kerap dialami Kecil. Jika Sahabat Sehat membutuhkan layanan konsultasi dokter, layanan vaksinasi, imunisasi anak, layanan medical check uplayanan fisioterapipemeriksaan laboratorium, multivitamin, dan produk kesehatan lainnya, segera manfaatkan layanan Prosehat yang turut menyediakan layanan Chat Dokter 24 Jam

    Informasi lebih lanjut, silahkan hubungi WA Asisten Kesehatan Maya 08111816800 atau klik http://www.prosehat.com/wa.

    Ditulis oleh: dr. Jesica Chintia
    Ditinjau oleh: dr. Monica C

     

    Referensi

    1. Theresia T, Hadinegoro S. Terapi Asiklovir pada Anak dengan Varisela Tanpa Penyulit. Sari Pediatri, 11(6), p.440.
    2. Hopkins Medicine. Chickenpox in Children.
    3. Healthy Children. Varicella (Chickenpox).
    4. Centers for Disease Control and Prevention. Chickenpox for HCPs.
    5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Daftar Pertanyaan Seputar Imunisasi Campak/Measles dan Rubella (MR).
    6. RSUD Kota Bogor. Campak atau Measles.
    Read More
  • Mengenali tanda dan gejala meningitis pada anak sangat penting bagi orang tua. Lantas, apa saja tanda dan gejala meningitis pada anak? Meningitis adalah sebuah istilah untuk terjadinya radang pada selaput meninges yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang. Penyakit ini dapat dijumpai pada dewasa maupun anak-anak. Namun perlu diwaspadai karena peradangan pada selaput meninges dapat memberikan […]

    Tanda dan Gejala Meningitis Pada Anak yang Perlu Diwaspadai

    Mengenali tanda dan gejala meningitis pada anak sangat penting bagi orang tua. Lantas, apa saja tanda dan gejala meningitis pada anak?

    Tanda dan Gejala Meningitis Pada Anak yang Perlu Diwaspadai

    Tanda dan Gejala Meningitis Pada Anak yang Perlu Diwaspadai

    Meningitis adalah sebuah istilah untuk terjadinya radang pada selaput meninges yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang. Penyakit ini dapat dijumpai pada dewasa maupun anak-anak. Namun perlu diwaspadai karena peradangan pada selaput meninges dapat memberikan dampak yang buruk bagi otak, hingga efek samping yang berbahaya bila dibiarkan dalam jangka panjang.

    Dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2015 dicatat bahwa meningitis merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi pada anak berusia dibawah 1 tahun.

    Penularan Meningitis Melalui Droplet

    Penyakit meningitis seringnya disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus. Beberapa contohnya adalah bakteri pneumokokus, meningokokus, M. tuberculosa, dan virus H. influenza.3,4 Infeksi ini terjadi dengan cara bakteri atau virus yang menginfeksi masuk melalui darah ke bagian cairan otak dan sumsum tulang (cairan serebrospinal).
    Penularan bakteri atau virus yang tersebut dapat terjadi bila terdapat kontak erat dengan penderita, memegang permukaan yang terdapat bakteri atau virus tersebut, dan droplet bersin atau batuk dari penderita.
    Selain itu, meningitis juga dapat disebabkan oleh jamur atau parasit pada anak dengan sistem imun yang lemah. Agar Sobat Sehat lebih waspada dengan penyakit meningitis ini khususnya pada anak, mari kita kenali tanda dan gejalanya. Berikut adalah beberapa tanda dan gejala dari penyakit meningitis:

    1. Demam tinggi dengan kaki tangan yang dingin
    2. Menangis nada tinggi atau merintih yang tidak seperti biasa
    3. Sensitif terhadap cahaya
    4. Tengkuk leher menjadi kaku
    5. Menjadi sangat rewel
    6. Lemas, sering tertidur dan sulit dibangunkan
    7. Sulit makan dan mual muntah
    8. Bercak-bercak ungu-kemerahan pada tubuh
    9. Terdapat benjolan lunak pada ujung kepala
    10. Kejang

    imunisasi anak di rumah, imunisasi anak hemat, imunisasi anak murah, imunisasi si kecil

    Bagaimana Dokter Mendiagnosa Meningitis?   

    Apabila Si Kecil mengalami beberapa dari tanda dan gejala yang disebutkan diatas, segera periksakan ia ke dokter. Sebelum dapat mendiagnosis meningitis, dokter akan menanyakan perjalanan dan riwayat penyakit kemudian melakukan pemeriksaan fisik.

    Tahap selanjutnya kemungkinan diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk dapat menegakan diagnosis. Pemeriksaan tersebut dapat berupa pemeriksaan darah, cairan cerebrospinal, CT scan ataupun MRI otak.3 Hal tersebut perlu dilakukan untuk menegakkan dan mengetahui penyebab dari meningitisnya karena pengobatan untuk masing-masing penyebab tentu berbeda.

    Baca Juga: 5 Gejala Meningitis pada Anak yang Kerap Tidak Disadari

    Dampak Jangka Panjang Meningitis

    Pengobatan secara umum untuk meningitis bertujuan untuk meredakan peradangan pada selaput meninges dan menyembuhkan infeksinya. Si Kecil mungkin memerlukan rawat inap dengan obat-obatan yang diberikan secara infus.

    Disarankan untuk memulai pengobatan segera untuk mencegah dampak buruk jangka panjang yang terjadi bila penyakit meningitis ini dibiarkan. Dampak yang dapat terjadi adalah kejang berulang, kerusakan pada otak, gangguan pendengaran, hingga disabilitas.

    Baca Juga: Penyebab Meningitis, Gejala dan Berbagai Cara Mencegahnya

    Meningitis Bisa Dicegah dengan Vaksin

    Kabar baiknya adalah penyakit meningitis dapat dicegah. Saat ini sudah terdapat vaksin anak yang bisa mencegah terjadinya infeksi oleh bakteri dan virus penyebab meningitis. Beberapa vaksin yang telah ada yaitu vaksin influenza, vaksin pneumokokus, vaksin meningokokus.

    Sudahkah Si Kecil melengkapi vaksinasinya? Jika belum, segera jadwalkan imunisasinya bersama Prosehat. Pemberian vaksin influenza bisa diberikan pertama kali di usia 6 bulan, sedangkan vaksin pneumokokus (PCV) diberikan saat anak berusia 2, 4, dan 6 bulan beserta boosternya di rentang usia 12-15 bulan. Vaksin meningokokus sendiri diberikan ketika ia berusia 19 tahun ke atas.

    Jika Moms terlewat memberikan vaksin influenza dan PCV, anak masih bisa melakukan imunisasi kejar agar dapat melengkapinya. Moms bisa hubungi Chat Dokter Prosehat 24 jam untuk konsultasi jadwal imunisasinya.

    Baca Juga: Penyebab Infeksi Otak Meningitis dan Cara Mencegahnya

    Moms, meningitis merupakan penyakit yang perlu diwaspadai karena dapat menimbulkan dampak buruk jangka panjang bahkan hingga kematian. Oleh karena penyebaran infeksi ini dapat terjadi dari kontak erat dengan penderita, maka anak-anak dan juga dewasa disarankan untuk melakukan vaksinasi. Yuk, lindungi diri dan anak-anak dari penyakit-penyakit menular.

    Jika Moms membutuhkan layanan vaksinasi, imunisasi anak, layanan medical check uplayanan fisioterapipemeriksaan laboratorium, multivitamin, dan produk kesehatan lainnya, segera manfaatkan layanan Prosehat. 

    Informasi lebih lanjut, silahkan hubungi WA Asisten Kesehatan Maya 08111816800 atau klik http://www.prosehat.com/wa.

    Ditulis oleh: dr. Jonathan Christopher
    Ditinjau oleh: dr. Nurul L

     

    Referensi

    1. Meningitis [Internet]. Who.int. 2021.
    2. Stanford Children’s Health [Internet]. Stanfordchildrens.org. 2021.
    3. Schaaf H, Seddon J. Management of tuberculous meningitis in children. Paediatrics and International Child Health. 2021;:1-6.
    4. Meningitis – Symptoms [Internet]. nhs.uk. 2021.
    Read More
  • Diare masih menjadi salah satu penyakit yang menyebabkan kematian tertinggi pada balita. Seseorang dikatakan mengalami diare jika buang air besarnya memiliki konsistensi lembek atau cair dengan frekuensi tiga kali atau lebih dalam satu hari. Apabila menderita diare kurang dari 14 hari, penderita mengalami diare akut dan jika lebih dari 14 hari disebut dengan diare kronis atau […]

    Bolehkah Bayi Diberikan Susu Saat Diare? Cek Faktanya!

    Diare masih menjadi salah satu penyakit yang menyebabkan kematian tertinggi pada balita. Seseorang dikatakan mengalami diare jika buang air besarnya memiliki konsistensi lembek atau cair dengan frekuensi tiga kali atau lebih dalam satu hari. Apabila menderita diare kurang dari 14 hari, penderita mengalami diare akut dan jika lebih dari 14 hari disebut dengan diare kronis atau persisten.

    Bolehkah Bayi Diberikan Susu Saat Diare Cek Faktanya!

    Bolehkah Bayi Diberikan Susu Saat Diare? Cek Faktanya!

    Selama terjadi diare, tubuh akan kehilangan cairan dan elektrolit dengan cepat. Pada saat bersamaan, usus kehilangan kemampuannya untuk menyerap elektrolit yang diberikan. JIka anak sedang diare, bolehkah anak diberikan susu? Yuk simak ulasannya, Moms.

    Penyebab Diare Pada Anak

    Pada diare yang bersifat akut, biasanya disebabkan oleh berbagai faktor, seperti:

    • Virus
      Infeksi virus menjadi salah satu penyebab tersering terjadinya diare pada anak. rotavirus merupakan virus penyebab diare.
    • Bakteri
      Infeksi bakteri Salmonella, E. coli, Shigella, dan Clostridium spp. adalah beberapa jenis bakteri yang menyebabkan diare.
    • Keracunan makanan
      Gangguan pencernaan yang disebabkan oleh keracunan makanan biasanya tidak hanya diare saja, tetapi disertai dengan muntah hebat. Diare biasanya muncul dalam beberapa jam setelah makan makanan yang terkontaminasi. Hal ini disebabkan oleh racun dari kuman yang tumbuh dalam makanan yang dibiarkan terlalu lama. Biasanya, gejala hilang dalam waktu kurang dari 24 jam.

    imunisasi anak di rumah, imunisasi anak hemat, imunisasi anak murah, imunisasi si kecil

    • Infeksi parasit
      Infeksi parasit giardia dapat menjadi salah satu penyebab diare pada anak.
    • Sindrom traveler
      Diare yang disebabkan saat berkunjung ke daerah atau negara lain karena kontaminasi kuman dari makanan dan minuman yang dikonsumsi.
    • Penggunaan antibiotik
      Beberapa antibiotik dapat memberikan efek samping diare ringan, hal ini bukan merupakan suatu reaksi alergi.
    • Penyakit serius
      Penyakit serius pada pencernaan seperti colitis dapat menjadi penyebab terjadinya diare pada anak.

    Baca Juga: Cegah Diare Anak Akibat Rotavirus dengan Vaksinasi

    Sedangkan pada diare kronis, atau diare yang berlangsung lebih dari 14 hari, biasanya disebabkan karena:

    • Alergi susu sapi

    Alergi terhadap susu sapi dapat menyebabkan tinja yang encer dan berlendir pada bayi, dan bisa disertai dengan darah. Biasanya alergi susu sapi terjadi pada 2 bulan pertama kehidupan Si Kecil.
    Oleh karena itu, disarankan bayi berusia kurang dari 6 bulan tetap mengkonsumsi ASI eksklusif dan menghindari susu formula sapi jika tidak diperlukan.

    • Diare balita (Toddler’s Diarrhea)

    Diare pada balita biasanya terjadi sebanyak 3-6 kali sehari dengan gejala dimulai saat usia anak 1 tahun, dan kemudian hilang saat usia anak 3-4 tahun setelah latihan menggunakan toilet (toilet training). Penyebabnya adalah waktu transit yang terlalu cepat dari perut ke anus. Apabila Si Kecil mengalami toddler’s diarrhea, kemungkinan akan berkembang menjadi gangguan pencernaan berupa iritasi usus besar (IBS) saat mereka dewasa kelak.

    • Intoleransi laktosa

    Laktosa adalah salah satu jenis gula yang dapat ditemukan di dalam susu. Banyak orang yang tidak dapat menyerap laktosa. Bakteri normal yang ada di dalam usus akan mengubah laktosa yang masuk ke dalam usus menjadi gas.

    Pada bayi yang mengalami intoleransi laktosa akan mempunyai gejala banyak gas, kembung dan tinja encer. Diare yang disebabkan karena intoleransi laktosa biasanya terjadi pada anak usia 4-5 tahun dan biasanya bersifat genetik.

    Baca Juga: Hati-Hati Diare Rotavirus Menyerang Anak Anda !

    Cairan Mencegah Dehidrasi

    Pada kasus ringan, dimana penyerapannya belum terlalu terganggu, berbagai cairan yang diberikan pada anak mencegah terjadinya dehidrasi. Kurang lebih, 10% anak yang diare mengalami dehidrasi atau kekurangan cairan.

    Bayi dan anak yang lebih kecil akan lebih mudah mengalami dehidrasi dibandingkan dengan anak yang lebih besar dan dewasa. Oleh karena itu, mencegah dan mengatasi dehidrasi merupakan hal yang sangat penting dalam menangani diare pada anak.

    Cairan yang diutamakan saat diare adalah oralit atau oral rehydration salt. Selain itu juga diimbangi dengan asupan air putih seperti biasa. Anak juga bisa mendapatkan cairan dari kuah sup misalnya.

    Baca Juga: Imunisasi Rotavirus Mencegah Kematian Bayi Karena Diare

    Apakah Saat Si Kecil Diare Masih Diperbolehkan Minum Susu?

    Yang perlu dihindari dari diare adalah terjadinya dehidrasi, maka pemberian cairan yang banyak dapat menjadi solusi untuk memastikan kebutuhan cairan Si Kecil terpenuhi.
    Anak yang masih mengkonsumsi ASI (Air Susu Ibu) dapat diteruskan pemberian ASInya. Apabila penyebab diare disebabkan karena infeksi virus atau bakteri, tidak ada pantangan minum sehingga minum susu diperbolehkan.

    Namun, bila penyebab diare disebabkan karena alergi susu sapi dan intoleransi laktosa, maka pemberian susu sapi haruslah dihindari.

    Pemberian susu pada anak dengan alergi susu sapi dan intoleransi laktosa dapat menyebabkan diare semakin parah dan meningkatkan produksi gas dalam usus, sehingga akan menimbulkan sensasi begah, kembung dan semakin membuat si kecil tidak nyaman. Jika anak benar-benar ingin minum susu maka dapat diberikan susu rendah lemak, susu bebas laktosa atau susu kedelai.

    Nah Moms, jadi anak masih boleh mengonsumsi susu walaupun ia sedang diare dengan catatan diarenya tidak disebabkan oleh alergi susu sapi maupun intoleransi laktosa. Selain susu, anak juga sebaiknya diberikan oralit dan air putih ya, Moms. Untuk memastikan penyebab diare si Kecil, Moms perlu berkonsultasi lebih dahulu dengan dokter sehingga si Kecil mendapatkan pengobatan yang terarah.

    Tahukah Moms bahwa diare yang disebabkan oleh virus juga bisa dicegah melalui vaksinasi? Ya, diare jenis ini bisa dicegah dengan vaksin rotavirus. Vaksin ini akan membentuk kekebalan tubuh terhadap rotavirus sehingga menurunkan risiko penularan dan sakit berat atau komplikasi jika terinfeksi.

    Baca Juga: Orang Tua Wajib Tahu, 9 Tanda Anak Dehidrasi Karena Diare

    Yuk segera jadwalkan vaksinasi rotavirus buat si Kecil jika ia belum mendapatkannya. Prosehat memiliki layanan vaksinasi di klinik Prosehat di Bekasi dan Palmerah Jakarta Barat, juga layanan ke rumah untuk kenyamanan Moms dan si Kecil.

    Jika Sahabat Sehat membutuhkan layanan konsultasi dokter, layanan vaksinasi, imunisasi anak, layanan medical check uplayanan fisioterapipemeriksaan laboratorium, multivitamin, dan produk kesehatan lainnya, segera manfaatkan layanan Prosehat yang turut menyediakan layanan Chat Dokter 24 Jam

    Informasi lebih lanjut, silahkan hubungi WA Asisten Kesehatan Maya 08111816800 atau klik http://www.prosehat.com/wa.

    Ditulis oleh: dr. Jesica Chintia D
    Ditinjau oleh: dr. Nurul L

     

    Referensi

    1. Sehat Negeriku. 2017. Kenali Diare pada Anak dan Cara Pencegahannya
    2. Idai.or.id. 2014. IDAI | Bagaimana Menangani Diare pada Anak
    3. Pediatricweb.com. 2021. 
    4. Afifa, F., 2021. Minum susu saat diare boleh ngga ya? ini penjelasan dari Dokter Anak! | theAsianparent Indonesia.
    5. E. Grayson Mathis, MD, C., 2021. Finding the Best Drink When Your Child Has Diarrhea.
    Read More
  • Imunisasi tidak hanya melindungi anak, tetapi juga orangtua dan orang sekitar. Lalu Apa dampak Negatif Pada Anak yang Tidak di Imunisasi? Badan Kesehatan Dunia (WHO), pemerintah Indonesia, dan sejumlah organisasi kesehatan di Indonesia setuju bahwa pemberian imunisasi anak sangat diperlukan untuk melindungi Si Kecil dari sejumlah penyakit menular.1Manfaat imunisasi diketahui lebih besar dibanding risikonya sehingga […]

    Apa Saja Dampak Negatif Pada Anak yang Tidak di Imunisasi?

    Imunisasi tidak hanya melindungi anak, tetapi juga orangtua dan orang sekitar. Lalu Apa dampak Negatif Pada Anak yang Tidak di Imunisasi?

    Apa Saja Dampak Negatif Pada Anak yang Tidak di Imunisasi

    Apa Saja Dampak Negatif Pada Anak yang Tidak di Imunisasi?

    Badan Kesehatan Dunia (WHO), pemerintah Indonesia, dan sejumlah organisasi kesehatan di Indonesia setuju bahwa pemberian imunisasi anak sangat diperlukan untuk melindungi Si Kecil dari sejumlah penyakit menular.1Manfaat imunisasi diketahui lebih besar dibanding risikonya sehingga membuat imunisasi menjadi salah satu program pemerintah.

    Sayangnya, tidak semua anak Indonesia mendapatkan imunisasi oleh karena berbagai alasan. Baik alasan agama, misinformasi dari media (hoax), kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan, hingga keterbatasan akses ke fasilitas kesehatan. Lalu bagaimana dampaknya bagi anak?

    Cara Kerja Vaksin

    Setiap manusia pada dasarnya terlahir dengan sistem kekebalan tubuh alami sejak dalam kandungan. Namun, karena sistem kekebalan tubuhnya belum sempurna, anak menjadi lebih rentan tertular kuman dan sakit. Risiko akan komplikasinya pun juga jadi meningkat.

    Vaksin mengandung materi genetik dari kuman yang sudah dilemahkan. Setelah vaksin dimasukkan ke dalam tubuh, anak tidak akan menjadi sakit karena paparan kuman tersebut. Justru, tubuhnya akan mengenali dan membentuk ingatan agar dapat melindunginya jika suatu saat terpapar kembali.

    Saat ini ada 7 jenis imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah, yaitu: hepatitis B, polio, BCG, campak-rubella, DPT, HiB, dan HPV. Penyelenggaraan ketujuh jenis imunisasi ini dilakukan di fasilitas layanan kesehatan pemerintah seperti Puskesmas dan rumah sakit daerah, juga sekolah dasar. 

    imunisasi anak di rumah, imunisasi anak hemat, imunisasi anak murah, imunisasi si kecil

    Bagaimana Jika Anak Tidak Diimunisasi

    Imunisasi memang tidak menjamin 100% bahwa seseorang tidak akan terjangkit suatu penyakit. Tetapi, imunisasi mempunyai manfaat yang lebih besar dibandingkan resikonya. Pada anak yang sudah diimunisasi, gejala yang dialaminya akan jauh lebih ringan sehingga penanganannya pun menjadi lebih mudah.

    Berikut ini resiko bila si kecil tidak diimunisasi :

    1. Sistem kekebalan tubuh tidak cukup kuat dalam menghadapi penyakit

    Respon tubuh terhadap kuman yang dilemahkan (vaksin) dan kuman yang aktif (penyakit) akan berbeda, dipengaruhi juga oleh kondisi kesehatan sang anak. Pada anak yang tidak menerima imunisasi, tubuhnya harus bekerja lebih keras dalam mengenali dan melawan kuman sehingga dapat menimbulkan gejala yang lebih berat dibanding anak yang sudah divaksin.  

    2. Risiko komplikasi penyakit lebih besar

    Anak yang tidak diimunisasi memiliki resiko lebih tinggi mengalami komplikasi yang menyebabkan sakit berat, kecacatan, bahkan kematian.

    Baca Juga: Kenali Berbagai Jenis Imunisasi Pneumonia

    3. Membahayakan anak atau orang lain disekitarnya

    Kasus penyakit menular di kalangan kelompok rentan dapat berkembang menjadi wabah di masyarakat. Contohnya, pada saat pandemi Covid-19, angka cakupan imunisasi anak turun secara drastis sehingga menyebabkan wabah campak pada sebagian daerah Indonesia. Jika tidak ditangani dengan cepat melalui program imunisasi kejar, penyakit menular lainnya juga dapat mewabah kembali.

    4. Penurunan kualitas hidup

    Salah satu risiko dari sakit adalah timbulnya komplikasi. Komplikasi bisa mengakibatkan disabilitas atau cacat menetap. Contohnya, virus campak dapat menyebabkan komplikasi kebutaan, atau virus polio yang dapat menyebabkan kelumpuhan dan cacat permanen.

    5. Resiko penurunan harapan hidup

    Vaksinasi yang tidak lengkap akan menyumbang kepada penurunan angka harapan hidup. Data menunjukkan bahwa anak yang tidak menerima imunisasi lengkap akan mudah tertular berbagai penyakit saat masih kanak-kanak, sehingga angka harapan hidupnya menurun.

    Nah Sahabat Sehat, itulah beberapa dampak yang dapat dialami anak jika ia tidak diimunisasi. Imunisasi adalah langkah tepat, aman, dan efektif untuk melindungi buah hati dan merupakan investasi kesehatan baginya di masa depan. Ayo Moms, segera lengkapi imunisasi anak Anda sebagai bentuk kasih sayang.

    Baca Juga: Guru dan Pengasuh Daycare Perlu Vaksin Flu Sebelum Sekolah Tatap Muka

    Prosehat melayani imunisasi anak yang bisa dilakukan di Klinik Prosehat di Grand Wisata Bekasi dan Palmerah Jakarta Barat, atau di rumah untuk kenyamanan dan kemudahan Sahabat Sehat. Tidak saja bagi anak, Prosehat juga melayani vaksinasi dewasa. Jadi, orang tua dan anak bisa bersama-sama terlindungi.

    Jika Sahabat Sehat membutuhkan layanan konsultasi dokter, layanan vaksinasi, imunisasi anak, layanan medical check uplayanan fisioterapipemeriksaan laboratorium, multivitamin, dan produk kesehatan lainnya, segera manfaatkan layanan Prosehat yang turut menyediakan layanan Chat Dokter 24 Jam

    Informasi lebih lanjut, silahkan hubungi WA Asisten Kesehatan Maya 08111816800 atau klik http://www.prosehat.com/wa.

    Ditulis oleh: dr. Jesica Chintia D
    Ditinjau oleh: dr. Nurul L

     

    Referensi

    1. Soedjatmiko, S., et al. Jadwal Imunisasi Anak Umur 0 – 18 tahun Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia Tahun 2020.
    2. IDAI.Imunisasi penting untuk mencegah penyakit berbahaya.
    3. UNICEF 7 konsekuensi dan risiko jika anak tidak mendapatkan imunisasi rutin.
    4. CDC. If you choose not to vaccinate your child, understand the risk and responsibilities.
    Read More
  • Banyak yang percaya memandikan bayi setelah imunisasi dapat membuat si kecil jatuh sakit. Mitos ini berkembang pesat di masyarakat. Imunisasi telah menjadi program pemerintah dalam mencegah penyakit di seluruh dunia. Badan Kesehatan Dunia atau WHO (World Health Organization) memiliki program imunisasi masing-masing untuk mengurangi resiko penularan penyakit tertentu dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Sedangkan di Indonesia, […]

    Bolehkah Memandikan Bayi Setelah Imunisasi? Cek Faktanya!

    Banyak yang percaya memandikan bayi setelah imunisasi dapat membuat si kecil jatuh sakit. Mitos ini berkembang pesat di masyarakat.

    Bolehkah Memandikan Bayi Setelah Imunisasi Cek Faktanya!

    Bolehkah Memandikan Bayi Setelah Imunisasi? Cek Faktanya!

    Imunisasi telah menjadi program pemerintah dalam mencegah penyakit di seluruh dunia. Badan Kesehatan Dunia atau WHO (World Health Organization) memiliki program imunisasi masing-masing untuk mengurangi resiko penularan penyakit tertentu dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Sedangkan di Indonesia, kementerian Kesehatan RI menerapkan imunisasi bagi anak sejak usia 0 hingga 18 tahun.

    Imunisasi Pada Anak

    Imunisasi anak adalah pemberian vaksin kepada anak-anak untuk mencegah tertularnya penyakit tertentu. Vaksin adalah zat yang membantu membentuk kekebalan tubuh atau imunitas terhadap infeksi terhadap sejumlah penyakit menular. Vaksin berasal dari kuman yang dilemahkan atau dimatikan. Imunisasi yang diberikan kepada anak di Indonesia mengenal dua konsep, yaitu imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan. Pelaksanaan jenis imunisasi pada anak tergantung pada usia anak. 

    imunisasi anak di rumah, imunisasi anak hemat, imunisasi anak murah, imunisasi si kecil

    Manfaat Imunisasi Bagi Anak

    Imunisasi berguna untuk mencegah penularan dari infeksi penyakit menular yang serius ketika seorang anak sudah diimunisasi maka, tubuh akan lebih mampu menghadapi infeksi kuman yang masuk. Ketika anak mendapatkan imunisasi, anak sudah membantu melindungi kesehatan masyarakat umum secara keseluruhan.

    Sebab saat sudah cukup jumlah orang dalam suatu komunitas yang kebal terhadap suatu infeksi, maka makin sulit penyakit menyebar dan menulari orang lain yang belum diimunisasi. Kondisi ini disebut juga dengan herd immunity atau kekebalan komunitas. Sehingga, secara tidak langsung seorang anak telah berkontribusi terhadap komunitasnya dalam hal kesehatan. 

    Efek Samping Imunisasi

    Ada beberapa efek samping dari imunisasi yang dapat terjadi pada anak yang dialami, seperti:

    1. Pada Bayi dan Bayi baru lahir
    • Bayi akan lebih rewel dan menangis lebih sering dari biasanya
    • Bayi akan tampak kelelahan selama 1-2 hari
    • Diare atau mencret ringan dan sedikit muntah (terutama bila mendapatkan vaksin rotavirus)
    • Kemerahan pada lengan atau bagian tubuh yang disuntikkan imunisasi
    • Bengkak pada area yang disuntik selama 1-2 hari
    • Demam sampai lebih dari 380C
    • Kemerahan pada kulit namun tidak menular terutama setelah dilakukan penyuntikan Imunisasi MMR.2. Pada anak yang lebih besar
    • Anak akan mengeluh sakit kepala
    • Kemerahan, bengkak dan nyeri pada bagian tubuh yang disuntikkan
    • Demam. 

    Baca Juga: Anak Terkena Cacar Air Bolehkah Mandi? Ini Penjelasannya

    Apa Yang Harus Dilakukan Bila Anak Mengalami Efek Samping Imunisasi?

    Banyak hal yang dapat orang tua lakukan saat si kecil mengalami efek samping setelah dilakukan imunisasi, diantaranya:

    • Lakukan pelukan hangat sesering mungkin agar si kecil merasa nyaman.
    • Berikan ASI (Air Susu Ibu) lebih sering
    • Apabila pada bekas suntikan terlihat kemerahan, hangat dan bengkak,orang tua dapat melakukan kompres dengan handuk dingin untuk mengurangi pembengkakan
    • Apabila anak demam, maka orang tua dapat melakukan kompres air hangat, jangan membungkus anak terlalu rapat dengan pakaian tebal atau selimut tebal.
    • Apabila si kecil mengalami demam setelah dilakukan vaksinasi, maka orang tua dapat memberikan obat penurun demam yang dijual bebas.
    • Pada anak yang lebih besar, dapat diberikan air putih lebih banyak dari pada biasanya. 

    Baca Juga: Timbul Bisul Setelah Imunisasi BCG? Begini Penjelasannya

    Bolehkah Anak Mandi Setelah Diimunisasi?

    Saat Si Kecil imunisasi, wajar apabila Si Kecil mengalami demam. Hal ini wajar karena tubuh si kecil tengah bereaksi untuk membentuk antibodi sesuai dengan jenis vaksin yang diberikan sehingga tubuh kuat dari berbagai infeksi kuman kelak.

    Setelah imunisasi, Si Kecil masih dapat dimandikan, namun ada baiknya menunggu setelah 24 jam pertama karena setelah vaksinasi biasanya Si Kecil mulai merasakan nyeri dan tidak nyaman pada area tubuh yang disuntik.

    Apabila si kecil mengalami demam setelah diimunisasi, maka mama dapat memandikan si kecil dengan air hangat, hindari mandi dengan air dingin karena dapat membuatnya menggigil dan suhu tubuh semakin meningkat.

    Baca Juga: Berapa Lama Bayi Demam Setelah Imunisasi DPT? Begini Cara Mengatasinya

    Sahabat Sehat, itulah berbagai hal mengenai pentingnya imunisasi bagi Si Kecil dan penanganan pasca imunisasi. Jika Sahabat Sehat membutuhkan layanan konsultasi dokter, layanan vaksinasi, imunisasi anak, layanan medical check uplayanan fisioterapipemeriksaan laboratorium, multivitamin, dan produk kesehatan lainnya, segera manfaatkan layanan Prosehat yang turut menyediakan layanan Chat Dokter 24 Jam

    Informasi lebih lanjut, silahkan hubungi WA Asisten Kesehatan Maya 08111816800 atau klik http://www.prosehat.com/wa.

    Ditulis oleh: dr. Jesica Chintia Dewi
    Ditinjau oleh: dr. Monica C

     

    Referensi

    1. Primaya Hospital. Imunisasi Anak : Manfaat dan Jadwal Imunisasi Terbaru – Primaya Hospital.
    2. Soedjatmiko, S., Sitaresmi, M., Hadinegoro, S., et al. Jadwal Imunisasi Anak Umur 0 – 18 tahun Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia Tahun 2020. Sari Pediatri, 22(4), p.252.
    3. Seattle Children’s Hospital. Immunization Reactions.
    4. National Centre for Immunisation Research and Surveillance. After vaccination.
    5. Kara A. Questions on Immunization and Vaccination and Short Answers. Journal of Pediatric Infection.J Pediatr Inf 2021;15(1):e49-e51Kara A 
    Read More
  • Merasakan adanya benjolan di leher anak mungkin akan membuat panik. Selain masalah kelenjar getah bening, bisa jadi itu tanda gondongan. Ketika meraba leher anak, seringkali orang tua menemukan benjolan, kemudian menjadi panik seketika. Banyak sekali faktor penyebab terjadinya benjolan yang terjadi pada leher anak. mulai dari hal yang wajar karena faktor daya tahan tubuh (pembengkakan […]

    Ada Benjolan di Leher Anak? Awas, Mungkin Itu Gondongan

    Merasakan adanya benjolan di leher anak mungkin akan membuat panik. Selain masalah kelenjar getah bening, bisa jadi itu tanda gondongan.

    Ada Benjolan di Leher Anak Awas, Mungkin Itu Gondongan

    Ada Benjolan di Leher Anak? Awas, Mungkin Itu Gondongan

    Ketika meraba leher anak, seringkali orang tua menemukan benjolan, kemudian menjadi panik seketika. Banyak sekali faktor penyebab terjadinya benjolan yang terjadi pada leher anak. mulai dari hal yang wajar karena faktor daya tahan tubuh (pembengkakan kelenjar getah bening akibat mekanisme pertahanan akibat infeksi virus atau bakteri yang masuk ke dalam tubuh), infeksi virus atau bakteri, kelainan hormon sampai adanya keganasan.

    Sahabat Sehat, apa saja penyebab benjolan di leher anak? Mari kenali lebih lanjut mengenai benjolan pada leher anak.

    Penyebab Benjolan Pada Leher Anak

    Masalah kelenjar getah bening dan tiroid merupakan hal yang sering menjadi penyebab benjolan pada leher secara umum, baik anak maupun dewasa. Berikut adalah berbagai penyebab lain yang dapat mengakibatkan timbulnya benjolan pada leher Si Kecil, yaitu:

    • Infeksi, misalnya akibat radang tenggorokan, infeksi telinga, infeksi kulit, HIV/AIDS, campak dan tuberkulosis
    • Penyakit autoimun, misalnya rheumatoid arthritis dan lupus
    • Efek samping dari obat-obatan, misalnya obat anti kejang 
    • Kanker, misalnya limfoma atau kanker getah bening dan kanker nasofaring
    • Infeksi kelenjar ludah (parotitis)
    • Kekurangan yodium
    • Gangguan hormon tiroid (hipertiroid).

    Namun, penyebab benjolan pada leher yang kerap dialami anak-anak adalah akibat infeksi virus gondongan atau disebut juga Mumps.

    imunisasi anak di rumah, imunisasi anak hemat, imunisasi anak murah, imunisasi si kecil

    Mumps atau Godongan

    Mumps atau gondongan merupakan peradangan pada kelenjar parotis atau kelenjar ludah akibat infeksi virus. Gondongan ditandai dengan adanya pembengkakan pipi dan leher pada pasien yang terinfeksi virus. Gondongan dapat menular dan biasanya paling sering terjadi pada anak-anak.
    Kelenjar parotis atau kelenjar air liur terletak dibawah telinga, yang berfungsi untuk memproduksi air liur. Gondongan terjadi ketika, terjadinya infeksi virus paramyxovirus pada kelenjar parotis.

    Baca Juga: 5 Cara Mengatasi Gondongan Pada Anak

    Penyebab Mumps atau Gondongan

    Seperti yang telah disebutkan, gondongan terjadi akibat infeksi paramyxovirus yang menyebar melalui droplet dari penderitanya, yaitu melalui percikan air liur dan lendir yang keluar dari mulut dan hidung pasien yang sedang mengalami mumps. Ketika seseorang tertular virus ini, virus akan masuk ke kelenjar ludah penderitanya dan berkembang biak sehingga menyebabkan peradangan dan pembengkakan kelenjar parotis.
    Virus ini masuk biasanya 2-5 hari sebelum menimbulkan gejala bagi pasien, kemudian virus akan menetap pada kelenjar air liur dan infeksius selama 7-9 hari dan menetap selama 14 hari pada urin dan cairan semen sejak timbulnya gejala.

    Baca Juga: Sekolah di Negara Maju Juga Perlu Divaksin Loh!

    Gejala Mumps atau Gondongan

    Sahabat Sehat, berikut adalah berbagai gejala pada anak yang mengalami gondongan, yaitu:

    • Fase awal, ditandai dengan demam, nyeri kepala, menurunnya nafsu makan, dan merasa tidak enak badan.
    • 24 jam setelah fase awal, muncul keluhan nyeri pada telinga dan wajah, nyeri saat mengunyah, nyeri bertambah seiring dengan meningkatnya produksi air liur (kondisi saliva banyak seperti sedang makan makanan asam).
    • Setelah 24 Jam terlihat pembengkakan pada kelenjar air liur yang berada di bawah telinga ke arah leher. Sebagian anak-anak mengalami pembengkakan pada kedua kelenjar air liur yang juga terletak dibawah lidah dan leher.

    Baca Juga: Ingat! Biaya Vaksinasi Lebih Hemat Daripada Pengobatan

    Komplikasi dari Mumps atau Gondongan

    Apabila tidak diobati dengan sesegera mungkin maka tidak menutup kemungkinan akan timbul beberapa komplikasi yang dialami Si Kecil, yaitu:

    1. Meningitis
    Meningitis adalah peradangan pada selaput pelindung otak dan juga sistem saraf tulang belakang. Gondongan dapat menjadi salah satu penyebab timbulnya meningitis, yang ditandai dengan keluhan sakit kepala, kaku pada leher, mual dan muntah hebat, gangguan sikap dan perilaku, kejang, sensitif terhadap cahaya

    2. Orchitis
    Gondong juga dapat menyebabkan peradangan pada testis atau yang disebut dengan orchitis, yang ditandai dengan keluhan demam, meriang atau menggigil, nyeri kepala, mual dan muntah, nyeri pada perut, nyeri dan bengkak pada kedua atau salah satu testis.

    3. Pankreatitis
    Komplikasi pankreatitis sangat jarang sekali terjadi, namun bisa saja terjadi bagi sebagian orang. Pankreatitis merupakan peradangan pada organ pankreas yang dapat menyebabkan keluhan nyeri perut secara tiba-tiba, demam, menggigil, mual dan muntah, lemas.

    4. Oophoritis
    Oophoritis merupakan peradangan yang terjadi pada sel indung telur atau ovarium pada wanita, yang ditandai dengan keluhan demam, nyeri pada perut, mual dan muntah, serta nyeri pada kedua atau salah satu pinggul. 

    Baca Juga: Ketahui Pentingnya Vaksinasi MMR Bagi Mahasiswa

    Pencegahan Mumps

    Pencegahan terhadap mumps atau gondongan dapat diatasi dengan cara pemberian vaksinasi yang biasanya dikombinasi dengan vaksinasi campak dan rubella (Vaksinasi MMR). Kebanyakan anak-anak yang telah divaksin MMR, maka akan terlindung terhadap infeksi mumps selama masa kanak-kanak. 

    Vaksinasi MMR diberikan sebanyak dua dosis untuk bayi dan anak-anak, sekali antara usia 12 dan 15 bulan kemudian diulang kembali dengan rentang usia 4 hingga 6 tahun atau pada saat usia sekolah.

    Baca Juga: Usia Berapa Saja Anak Perlu Imunisasi MMR?

    Nah Sahabat Sehat, itulah mengenai gondongan yang merupakan penyebab tersering benjolan di leher Si Kecil. Jika Sahabat Sehat membutuhkan layanan konsultasi dokter, layanan vaksinasi, imunisasi anak, layanan medical check uplayanan fisioterapipemeriksaan laboratorium, multivitamin, dan produk kesehatan lainnya, segera manfaatkan layanan Prosehat yang turut menyediakan layanan Chat Dokter 24 Jam

    Informasi lebih lanjut, silahkan hubungi WA Asisten Kesehatan Maya 08111816800 atau klik http://www.prosehat.com/wa.

    Ditulis oleh: dr. Jesica Chintia D
    Ditinjau oleh: dr. Monica C

     

    Referensi

    1. Kinanti A. Ada Benjolan di Bagian Leher Anak, Pertanda Apa? [Internet]. Indonesia : DetikHealth. 2017.
    2. Universitas Indonesia. 12 Penyebab Benjolan di Leher yang Sering Terjadi, Begini Cara Mengatasinya [Internet]. Indonesia : Info Sehat Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2021.
    3. Sacrifian A. Kondisi yang Bisa Sebabkan Benjolan di Leher [Internet]. Indonesia : Hermina Hospital. 2021.
    4. Centers for Disease Control and Prevention. Mumps [Internet]. USA : Centers for Disease Control and Prevention. 2015.
    5. Boston Children’s Hospital. Mumps Symptoms & Causes [Internet]. USA : Boston Children’s Hospital. 2021.
    6. Pearl B. Mumps (for Parents) [Internet]. USA : Nemours Kidshealth. 2021.
    Read More
  • Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis dan Tetanus) merupakan salah satu imunisasi wajib yang harus diberikan kepada anak, yang dapat mencegah infeksi difteri, pertussis (batuk rejan) dan tetanus. Jika riwayat imunisasi tidak lengkap, Si Kecil beresiko menderita penyakit tersebut dikemudian hari.  Sahabat Sehat, apa saja hal yang perlu diperhatikan saat Si Kecil akan diberi vaksin DPT ? […]

    Hal yang Harus Dilakukan Sebelum Si Kecil Di Vaksin DPT

    Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis dan Tetanus) merupakan salah satu imunisasi wajib yang harus diberikan kepada anak, yang dapat mencegah infeksi difteri, pertussis (batuk rejan) dan tetanus. Jika riwayat imunisasi tidak lengkap, Si Kecil beresiko menderita penyakit tersebut dikemudian hari. 

    Hal yang Harus Dilakukan Sebelum Si Kecil Di Vaksin DPT

    Hal yang Harus Dilakukan Sebelum Si Kecil Di Vaksin DPT

    Sahabat Sehat, apa saja hal yang perlu diperhatikan saat Si Kecil akan diberi vaksin DPT ? Mari simak penjelasan berikut.

    Apa Itu Imunisasi DPT?

    Sahabat Sehat, imunisasi DPT dapat memberikan kekebalan tubuh terhadap penyakit Difteri, Pertusis dan Tetanus. Penyakit Difteri menyerang tenggorokan dan saluran pernapasan dan dapat menyebabkan kesulitan bernapas. Penyakit Tetanus merupakan penyakit yang menyerang sistem saraf akibat infeksi bakteri tetanus pada luka yang terkontaminasi. Sementara penyakit Pertusis merupakan penyakit yang menyerang sistem pernapasan yang ditandai dengan batuk berat dan kesulitan bernapas. 

    imunisasi anak di rumah, imunisasi anak hemat, imunisasi anak murah, imunisasi si kecil

    Persiapan Sebelum Imunisasi DPT

    Sebelum Si Kecil menerima imunisasi DPT, pastikan istirahat yang cukup dan berikan nutrisi yang seimbang. Apabila Si Kecil sedang demam maka dianjurkan menunda imunisasi. Apabila Si Kecil mengalami infeksi saluran nafas atas ringan tanpa disertai demam, maka umumnya bukan lah suatu penghalang untuk diberikan imunisasi DPT. 

    Bayi yang lahir prematur juga dapat tetap diberikan imunisasi sesuai dengan usia kronologis nya sejak dilahirkan. Apabila Si Kecil sedang menjalani pengobatan tertentu, dianjurkan berkonsultasi lebih dulu dengan dokter yang menangani. Pemberian imunisasi DPT dilakukan secara berhati-hati pada beberapa kondisi berikut:

    • Suhu tubuh mencapai 40,50C dalam 48 jam terakhir.
    • Tampak lemas dan tidak berespon dalam 48 jam terakhir.
    • Menangis hingga 3 jam atau lebih dan dialami dalam 48 jam terakhir. Dikhawatirkan setelah diberikan imunisasi DPT, Si Kecil menjadi semakin kurang nyaman dan rewel.
    • Kejang baik tanpa disertai demam maupun dengan demam dalam 3 hari terakhir. 

    Baca Juga: Imunisasi Untuk Si ABG yang Beranjak Remaja

    Jadwal Pemberian Imunisasi DPT

    Imunisasi DPT dasar diberikan sebanyak 3 kali sejak usia 2 bulan dengan interval 4-6 minggu.

    • Dosis pertama diberikan pada usia 2-4 bulan,
    • Dosis kedua diberikan pada usia 3-5 bulan
    • Dosis ketiga diberikan pada anak usia 4-6 bulan.
    • Dosis keempat diberikan dengan interval 1 tahun sejak imunisasi DPT dosis ketiga diberikan, yaitu 18-24 bulan.
    • Dosis kelima diulang saat usia masuk sekolah yaitu 5-7 tahun.

    Apabila imunisasi DPT terlambat diberikan, tetap lanjutkan imunisasi sesuai jadwal. Bila anak belum pernah diimunisasi dasar pada usia <12 bulan, lakukan imunisasi sesuai imunisasi dasar baik sesuai jumlah maupun intervalnya.

    Baca Juga: Bagaimana Mengatasi Efek Samping Vaksin DPT atau Sering Disebut KIPI

    Apa Saja Reaksi KIPI Pasca Imunisasi DPT?

    Bagi Sahabat Sehat yang sudah memiliki anak, perlu mewaspadai efek samping pasca pemberian imunisasi atau disebut juga sebagai Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (disebut juga KIPI). Beberapa reaksi KIPI yang kerap dialami pasca Si Kecil disuntik imunisasi DPT, yaitu:

    • Demam
    • Anak rewel
    • Kemerahan di tempat suntikan
    • Nyeri dan bengkak di bekas suntikan yang akan hilang dalam 2 hari.
    • Nafsu makan menurun
    • Muntah.

    Jika Si Kecil mengalami gejala diatas, Sahabat Sehat dapat melakukan beberapa tips berikut:

    • Berikan minum dan makanan yang cukup agar Si Kecil tidak rewel.
    • Jika Si Kecil demam, kenakan pakaian tipis dan menyerap keringat. Beri kompres air hangat di dahi. 
    • Berikan kompres air dingin pada bekas suntikan untuk meredakan nyeri dan bengkak di bekas suntikan.

    Perlu diwaspadai apabila gejala tersebut menetap hingga lebih dari 3 hari, atau jika Si Kecil tampak lemas maka konsultasikan ke dokter.

    Baca Juga: Berapa Lama Bayi Demam Setelah Imunisasi DPT? Begini Cara Mengatasinya

    Nah Sahabat Sehat, itulah berbagai persiapan sebelum Si Kecil diberikan imunisasi DPT. Jika Sahabat Sehat membutuhkan layanan konsultasi dokter, layanan vaksinasi, imunisasi anak, layanan medical check uplayanan fisioterapipemeriksaan laboratorium, multivitamin, dan produk kesehatan lainnya, segera manfaatkan layanan Prosehat yang turut menyediakan layanan Chat Dokter 24 Jam

    Informasi lebih lanjut, silahkan hubungi WA Asisten Kesehatan Maya 08111816800 atau klik http://www.prosehat.com/wa.

    Ditulis oleh: dr. Monica C

     

    Referensi

    1. Rusmil K. Melengkapi/ Mengejar Imunisasi (Bagian II).
    2. Saputra D. Imunisasi DPT, Manfaat, dan Kapan Vaksin DPT Diberikan.
    3. Joseph E. Your Child’s Immunizations: Diphtheria, Tetanus & Pertussis Vaccine (DTaP) (for Parents).
    4. Sari Pediatri. Jadwal Imunisasi Rekomendasi IDAI. Sari Pediatri. 2016;2(1):43. 
    5. Soedjatmiko. Penjelasan Kepada Orangtua Mengenai Imunisasi.
    6. Centers for Disease Control and Prevention. Safety Information for Diphtheria, Tetanus, and Pertussis Vaccines.
    7. Mayo Clinic. Diphtheria, Tetanus, And Acellular Pertussis Vaccine (Intramuscular Route) Side Effects.
    8. Centers for Disease Control and Prevention. Diphtheria, Tetanus, and Pertussis: Recommendations for Vaccine Use and Other Preventive Measures Recommendations of the Immunization Practices Advisory Committee (ACIP).
    Read More
  • Pneumonia merupakan infeksi pada saluran pernapasan dan paru yang dapat menjangkiti siapapun. Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai penyebab, misalnya bakteri, virus maupun jamur. Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi penyebab kematian anak terbesar di dunia bila dibandingkan dengan penyakit infeksi lainnya. Di Indonesia, lebih dari 19.000 orang balita meninggal dunia pada tahun 2018 silam atau dapat […]

    Penyebab Pneumonia Pada Bayi Baru Lahir

    Pneumonia merupakan infeksi pada saluran pernapasan dan paru yang dapat menjangkiti siapapun. Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai penyebab, misalnya bakteri, virus maupun jamur. Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi penyebab kematian anak terbesar di dunia bila dibandingkan dengan penyakit infeksi lainnya.

    Di Indonesia, lebih dari 19.000 orang balita meninggal dunia pada tahun 2018 silam atau dapat dikatakan setiap jam terdapat 2 orang anak yang meninggal dunia akibat penyakit infeksi pernapasan ini.

    Penyebab Pneumonia Pada Bayi Baru Lahir

    Penyebab Pneumonia Pada Bayi Baru Lahir

    Diketahui berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 menunjukkan angka penderita pneumonia pada balita cukup tinggi yaitu 4,5 per 100 balita. Sementara berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia atau WHO (World Health Organization) diketahui bahwa angka kematian anak berusia dibawah 5 tahun akibat pneumonia mencapai 15% pada tahun 2017, atau setara dengan 5,5 juta orang anak.

    Apakah Pneumonia Dapat Menginfeksi Bayi Baru Lahir?

    Pneumonia pada bayi baru lahir disebut juga dengan pneumonia neonatal. Kondisi ini mengakibatkan peradangan paru dan saluran pernapasan, sehingga beresiko menyebabkan sesak nafas yang dapat berujung pada syok dan kematian. Pneumonia pada bayi baru lahir dapat terjadi beberapa jam hingga 7 hari setelah bayi dilahirkan.

    imunisasi anak di rumah, imunisasi anak hemat, imunisasi anak murah, imunisasi si kecil

    Penyebab Pneumonia Pada Bayi Baru Lahir

    Berbagai organisme penyebab pneumonia pada bayi yang baru dilahirkan kemungkinan besar didapatkan dari jalan lahir (kemaluan ibu) ketika proses persalinan. Berikut ada beberapa jenis organisme yang menyebabkan pneumonia pada bayi baru lahir, yaitu : Streptococcus grup A dan B, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Klebsiella, dan Proteus. Selain itu Pseudomonas, Citrobacter, Bacillus, Serratia dan virus (Rhinovirus, Adenovirus, Human Metapneumovirus, Enterovirus, Coronavirus dan Herpes simplex virus) serta jamur.

    Risiko pneumonia meningkat pada beberapa kondisi berikut, yaitu:

    • Ibu hamil mengalami ketuban pecah dini
    • Infeksi rahim atau pada area kemaluan di masa kehamilan
    • Bayi baru lahir menjalani perawatan di ruang ICU
    • Ibu mengkonsumsi obat antibiotik selama masa kehamilan
    • Ibu merokok di masa kehamilan
    • Bayi lahir sungsang 
    • Ibu mengalami demam saat persalinan
    • Ibu menderita infeksi saluran kemih berulang.

    Baca Juga: Kenali Berbagai Jenis Imunisasi Pneumonia

    Apa Gejala Pneumonia Pada Bayi Baru Lahir?

    Sahabat Sehat, berikut adalah berbagai gejala yang dialami bayi jika menderita pneumonia, yaitu: 

    • Sesak nafas dan kesulitan saat bernafas
    • Bayi terdengar seperti sedang merintih dan tidak kuat menangis.
    • Jari-jari serta bibir terlihat kebiruan
    • Wajah pucat
    • Jari dan tubuh teraba dingin 

    Pneumonia pada bayi baru lahir tidak selalu disertai dengan demam, berbeda dengan anak yang lebih besar yang mungkin akan disertai dengan demam. Selain itu, pneumonia pada bayi baru lahir dapat disertai dengan keluhan lain misalnya kulit tampak kemerahan, gula darah turun, perut membuncit dan bayi jarang buang air kecil.

    Baca Juga: Yuk, Kenali Bahaya Pneumonia dan Pencegahannya Lebih Lanjut

    Bagaimana Cara Mencegah Pneumonia?

    Untuk mencegah pneumonia pada bayi yang baru lahir, ibu hamil disarankan untuk kontrol rutin ke dokter selama kehamilan. Selain itu, usahakan untuk menjaga daya tahan tubuh agar tidak mudah terkena infeksi serta menjaga kebersihan tubuh terutama kemaluan. Hindari mengkonsumsi obat-obatan selama masa kehamilan tanpa saran dokter.

    Selain itu untuk mencegah pneumonia pada anak, Sahabat Sehat dapat memberikan imunisasi seperti pneumococcus conjugated vaccine (PCV), dan haemophilus influenzae type B (Hib). Imunisasi PCV dapat diberikan pada umur 2,4 dan 6 bulan dengan booster pada umur 12 – 15 bulan. Sementara imunisasi HiB dapat diberikan pada saat anak berusia 2, 3, dan 4 bulan, serta 18 bulan.

    Baca Juga: Imunisasi Anak di Rumah Bagi Warga Jakarta

    Nah Sahabat Sehat, itulah mengenai penyakit pneumonia yang dapat menyerang Si Kecil. Salah satu cara untuk mencegah pneumonia adalah dengan mengikuti imunisasi baik PCV (pneumococcus conjugated vaccine) dan HiB (haemophilus influenzae type B).

    Jika Sahabat Sehat membutuhkan layanan konsultasi dokter, layanan vaksinasi, imunisasi anak, layanan medical check uplayanan fisioterapipemeriksaan laboratorium, multivitamin, dan produk kesehatan lainnya, segera manfaatkan layanan Prosehat yang turut menyediakan layanan Chat Dokter 24 Jam

    Informasi lebih lanjut, silahkan hubungi WA Asisten Kesehatan Maya 08111816800 atau klik http://www.prosehat.com/wa.

    Ditulis oleh: dr. Jesica Chintia Dewi
    Ditinjau oleh: dr. Monica C

     

    Referensi

    1. UNICEF. Kenali 6 Fakta tentang Pneumonia pada Anak.
    2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pneumonia Pada Anak bisa Dicegah dan Diobati.
    3. Ramdhani J. Hitung Napas Anak: Deteksi Awal Sesak Napas pada Anak dengan Pneumonia.
    4. M Cronan. Pneumonia (for Parents).
    5. ADA Health. Pediatric Pneumonia.
    Read More
  • Batuk merupakan salah satu keluhan yang paling sering dijumpai pada anak-anak. Terdapat banyak sekali penyebab keluhan batuk, salah satunya adalah batuk 100 hari atau disebut juga Pertusis.  Pertussis adalah sebuah penyakit yang mengakibatkan batuk yang tiada henti. Pertusis yang tidak ditangani dengan benar dapat menyebabkan berbagai komplikasi dan berdampak buruk bagi kondisi Si Kecil. Sahabat […]

    Waspadai Komplikasi Akibat Batuk Rejan (Pertusis) Pada Anak

    Batuk merupakan salah satu keluhan yang paling sering dijumpai pada anak-anak. Terdapat banyak sekali penyebab keluhan batuk, salah satunya adalah batuk 100 hari atau disebut juga Pertusis. 

    Waspadai Komplikasi Akibat Batuk Rejan (Pertusis) Pada Anak

    Waspadai Komplikasi Akibat Batuk Rejan (Pertusis) Pada Anak

    Pertussis adalah sebuah penyakit yang mengakibatkan batuk yang tiada henti. Pertusis yang tidak ditangani dengan benar dapat menyebabkan berbagai komplikasi dan berdampak buruk bagi kondisi Si Kecil. Sahabat Sehat, apa saja komplikasi akibat Pertusis pada anak?

    Apa Itu Pertusis ?

    Pertusis atau disebut juga batuk 100 hari merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Bordetella pertussis. Menurut data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2018, terdapat 151.000 kasus batuk rejan di seluruh dunia.

    Bagaimana Penularan Pertusis ?

    Proses penularan batuk rejan cukup mudah. Apabila penderita Pertusis batuk atau bersin, cipratan air liur atau droplet berisi bakteri pertusis dapat masuk melalui saluran nafas.

    Komplikasi dapat terjadi apabila Pertusis tidak ditangani dengan baik dan benar. Beberapa komplikasi dari pertusis yang dapat terjadi pada anak-anak adalah sebagai berikut.

    imunisasi anak di rumah, imunisasi anak hemat, imunisasi anak murah, imunisasi si kecil

    Apa Saja Komplikasi Akibat Pertusis ?

    Si Kecil yang didiagnosa menderita Pertusis dan tidak ditangani dengan baik menjadi rentan mengalami komplikasi sebagai berikut :

    • Pneumonia 

    Bakteri penyebab Pertusis dapat menginfeksi saluran nafas pada paru sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan paru. Hal tersebut berdampak pada proses pertukaran oksigen di paru. Kerusakan pada jaringan paru juga dapat menyebabkan timbulnya jaringan parut sehingga kemampuan pertukaran oksigen pada paru tidak sebaik kondisi sebelumnya.

    • Gangguan Tumbuh Kembang

    Setelah terinfeksi, sel imun bekerja dengan mengeluarkan respon radang alami yang dapat menimbulkan demam dan penurunan nafsu makan. Ditambah dengan batuk yang terus menerus dapat mengakibatkan Si Kecil menjadi sulit makan

    Baca Juga: Si Kecil Batuk Sulit Sembuh, Waspadai Batuk Rejan

    Apabila hal tersebut berlanjut dalam jangka waktu yang lama, maka pertumbuhan Si Kecil dapat terganggu karena asupan nutrisi sehari-hari menjadi tidak tercukupi. Si Kecil menjadi letih dan lesu, sehingga mengakibatkan tumbuh kembangnya terlambat.

    • Gangguan Pada Jaringan Otak dan Kejang

    Pada kondisi bila kadar oksigen dalam tubuh menurun dapat mengakibatkan kerusakan jaringan paru dan otak tidak cukup mendapatkan oksigen. Kondisi ini dapat mengakibatkan Si Kecil mengalami kejang akibat otak kekurangan oksigen.

    Baca Juga: Mari Kita Mengenal Pertusis pada Anak

    Tips Mencegah Pertusis

    Sahabat Sehat, Pertusis dapat dicegah dengan menjaga kebersihan dan vaksinasi. Dengan mencuci tangan akan menghilangkan cairan droplet bakteri yang mungkin menempel pada tangan. 

    Selain itu Sahabat Sehat dapat memberikan vaksin Pertusis untuk Si Kecil. Vaksin pertusis di Indonesia terdapat dalam kombinasi Difteri, Pertusis, dan Tetanus. Vaksin ini dapat diberikan bagi Si Kecil pada saat berusia 2, 3, dan 4 bulan.

    Batuk memang sering dijumpai, namun jangan menganggap remeh keluhan batuk pada Si Kecil. Penanganan yang tepat dapat mencegah komplikasi diatas.

    Baca Juga: Yuk Moms, Cek Lagi Jadwal Imunisasi Balita Anda

    Nah Sahabat Sehat, itulah informasi mengenai berbagai komplikasi akibat Pertusis yang dapat dialami Si Kecil. Jika Sahabat Sehat membutuhkan layanan konsultasi dokter, layanan vaksinasi, imunisasi anak, layanan medical check uplayanan fisioterapipemeriksaan laboratorium, multivitamin, dan produk kesehatan lainnya, segera manfaatkan layanan Prosehat yang turut menyediakan layanan Chat Dokter 24 Jam

    Informasi lebih lanjut, silahkan hubungi WA Asisten Kesehatan Maya 08111816800 atau klik http://www.prosehat.com/wa.

    Ditulis oleh : dr. Jonathan Christopher
    Ditinjau oleh : dr. Monica C

     

    Referensi

    1. Centers for Disease Control and Prevention. Whooping Cough (Pertussis).
    2. World Health Organization. Pertussis.
    3. Warfel J, Beren J, Merkel T. Airborne Transmission of Bordetella pertussis.
    4. Nataprawira H, Kompiyang Indriyani S, Olivianto E. Pertussis in Children: Problems in Indonesia.
    5. Health NY. Pertussis or Whooping Cough Fact Sheet.
    6. The Royal Children’s Hospital Melbourne. Clinical Practice Guidelines : Whooping cough (pertussis). 
    Read More

Showing 1–10 of 87 results

Chat Asisten Maya
di Prosehat.com